Kamis, 13 Oktober 2011

berbicara mengenai etika bisnis indonesia


Berbicara mengenai etika bisnis di indonesia
Berbicara mengenai etika bisnis, menurut saya Indonesia termasuk salah satu bangsa yang banyak melanngar etika bisnis. Bagaimana tidak, banyak sekali pembajakan produk-produk berlisensi, KKN, mafia pajak, debt collector sadis, dan masih banyak yang lainnya. Kasus –kasus tersebut merupakan kasus lama dan sering terjadi, hanya saja baru-baru ini gempar di bicarakan di media umum seperti televisi dan surat kabar.
Pembajakan produk berlisensi yang paling terlihat adalah banyaknya pengguna software bajakan dan penggandaan di jual dengan terang-terangan di kios pedagang kaki lma. Hampir semua judul film terkenal akan anda jumpai di sana tanpa harus merogoh kocek terlalu dalam. Entah berapa kerugian yang telah di alami oleh produsen film yang menjadi korban. Mungkin ini di karenakan Undang-undang yang belum jelas serta penegakan hukum yang masih kurang.
Apalagi KKN, walaupun sudah jadi berita basi dan berulang –ulang, masih saja KKN menjadi berita terfavorit di Indonesia setiap waktu. Sepertinya menghilangkan korupsi sama saja dengan menghilangkan ketergantungan manusia akan minyak bumi, susah di hilangkan. Dari sekian banyak tersangka korupsi-pun, masih dapat bersantai-santai dari balik jeruji besi dengan fasilitas wah dan tentunya kartu spesial untuk berwisata keluar dari tahanan. Sungguh miris sebenarnya, tapi apa mau di kata, korupsi sepertinya enggan untuk beranjak dari bangsa kita.
Selain KKN, sekarang ada pula debt collector sadis yang membunuh tanpa harus takut di penjara. “Sudah ada backingan”, itu mungkin alasan terkuat debt collektor dalam melakukan apapun yang dia mau asal debitor mau membayar kewajibannya, termasuk membunuh. Kasus baru di angkat setelah korbannya adalah aktor dala dunia politik dan entah sudah berapa banyak korban berjatuhan sebelum kasus ini di beritakan secara luas. Setiap korban merasa di rampok karena debt kolektor dengan berani mengancam, meneror, bahkan mengambil barang secara paksa tanpa harus melewati ijin dari pemiliknya
Sudah banyak kejahatan bisnis terjadi di Indonesia. Etika bisnis mungki hanyalah sebuah pedoman di atas kertas yang mungkin hanya laku di kilokan di pedagang asongan. Semoga bangsa Indonesia tetap berjuang dalam melakukan Etika Bisnis walaupun sulit Indonesia pasti bisa.

softskiil "etika bisnis dalam era perdagangan bebas"


ETIKA BISNIS DALAM ERA PERDAGANGAN BEBAS
Sejalan dengan berakhirnya pertemuan para pemimpin APEC di Osaka Jepang dan dengan diperjelasnya istilah untuk menjadikan Asia Pasifik ditahun 2000 menjadi daerah perdagangan yang bebas sehingga baik kita batas dunia akan semakin "kabur" (borderless) world. Hal ini jelas membuat semua kegiatan saling berpacu satu sama lain untuk mendapatkan kesempatan (opportunity) dan keuntungan (profit). Kadang
kala untuk mendapatkan kesempatan dan keuntungan tadi, memaksa orang untuk menghalalkan segala cara mengindahkan ada pihak yang dirugikan atau tidak.
Dengan kondisi seperti ini, pelaku bisnis kita jelas akan semakin berpacu dengan waktu serta negara-negara lainnya agar terwujud suatu tatanan perekonomian yang saling menguntungkan. Namun perlu kita pertanyakan apakah yang diharapkan oleh pemimpin APEC tersebut dapat terwujud manakala masih ada bisnis kita khususnya dan internasional umumnya dihinggapi kehendak saling "menindas" agar memperoleh tingkat keuntungan yang berlipat ganda. Inilah yang merupakan tantangan bagi etika bisnis kita.
Jika kita ingin mencapai target pada era perdagangan bebas, ada saatnya dunia bisnis kita mampu menciptakan kegiatan bisnis yang bermoral dan beretika, yang terlihat perjalanan yang seiring dan saling membutuhkan antara golongan menengah kebawah dan pengusaha golongan keatas. Apakah hal ini dapat diwujudkan ?
Berbicara tentang moral sangat erat kaitannya dengan pembicaraan agama dan budaya, artinya kaidah-kaidah dari moral pelaku bisnis sangat dipengaruhi oleh ajaran serta budaya yang dimiliki oleh pelaku-pelaku bisnis sendiri. Setiap agama mengajarkan pada umatnya untuk memiliki moral yang terpuji, apakah itu dalam kegiatan mendapatkan keuntungan dalam ber-"bisnis". Jadi, moral sudah jelas merupakan suatu yang terpuji dan pasti memberikan dampak positif bagi kedua belah pihak. Umpamanya, dalam melakukan transaksi, jika dilakukan dengan jujur dan konsekwen, jelas kedua belah pihak akan merasa puas dan memperoleh kepercayaan satu sama lain, yang pada akhirnya akan terjalin kerja sama yang erat saling menguntungkan.
Moral dan bisnis perlu terus ada agar terdapat dunia bisnis yang benar-benar menjamin tingkat kepuasan, baik pada konsumen maupun produsen. Kenapa hal perlu ini dibicarakan?
Isu yang mencuat adalah semakin pesatnya perkembangan informasi tanpa diimbangi dengan dunia bisnis yang ber "moral", dunia ini akan menjadi suatu rimba modern yang di kuat menindas yang lemah sehingga apa yang diamanatkan UUD 1945, Pasal 33 dan GBHN untuk menciptakan keadilan dan pemerataan tidak akan pernah terwujud.
Moral lahir dari orang yang memiliki dan mengetahui ajaran agama dan budaya. Agama telah mengatur seseorang dalam melakukan hubungan dengan orang sehingga dapat dinyatakan bahwa orang yang mendasarkan bisnisnya pada agama akan memiliki moral yang terpuji dalam melakukan bisnis. Berdasarkan ini sebenarnya moral dalam berbisnis tidak akan bisa ditentukan dalam bentuk suatu peraturan (rule) yang ditetapkan oleh pihak-pihak tertentu. Moral harus tumbuh dari diri seseorang dengan pengetahuan ajaran agama yang dianut budaya dan dimiliki harus mampu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Rabu, 05 Oktober 2011

Sofskill Etika Bisnis " Etika Bisnis Syariah"



ETIKA BISNIS SYARIAH

Pentingnya Mendorong Etika Bisnis Syariah
Pentingnya Mendorong Etika Bisnis Syariah
Industri keuangan dan perbankan syariah terus berkembang di Indonesia. Hal tersebut didorong semakin banyaknya masyarakat yang menyadari pentingnya bersyariah dalam berekonomi. Kondisi tersebut akhirnya mendorong berbagai lembaga keuangan konvensional berlomba membuka divisi atau cabang syariah. Tujuannya agar dapat memberikan layanan keuangan syariah bagi masyarakat.
Berdasarkan data publikasi Bank Indonesia (BI) hingga Juli lalu, terdapat tiga bank umum syariah (BUS) dan 24 unit usaha syariah bank umum konvensional (UUS BUK). Selain itu, terdapat sebanyak 107 bank perkreditan rakyat syariah (BPRS). Sedangkan, berdasarkan data bersumber situs Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI), asuransi syariah saat ini berjumlah lebih dari 37 perusahaan atau cabang syariah. Selain itu, terdapat tiga perusahaan reasuransi yang memiliki divisi syariah dan lima broker asuransi syariah.
Namun, menurut Chairman Mudharabah Institute, Muhammad Rizal Ismail, perkembangan keuangan dan perbankan syariah tersebut tidak terjadi secara menyeluruh. Perkembangan tersebut hanya terjadi pada sistem dan produk keuangan syariah. Sedangkan, perilaku pelaku keuangan dan perbankan syariah masih menggunakan pola konvensional. ''Saat ini penerapan ekonomi syariah dalam bisnis keuangan dan perbankan syariah hanya 50 persen karena hanya produknya saja dan belum perilaku Sumber Daya Manusianya,'' katanya kepada Republika, Kamis, (30/8).
Rizal menyebutkan, lembaga keuangan syariah hendaknya menerapkan etika bisnis syariah secara konsisten. Sebabnya, bila lembaga tersebut menerapkan etika konvensional dan bertentangan dengan prinsip syariah, hal tersebut diyakini akan memperburuk citra keuangan syariah. Karena itu, lembaga keuangan syariah perlu mendorong penerapan etika bisnis syariah dalam operasi bisnis.
Penerapan etika bisnis syariah, menurut Rizal, bertujuan untuk merealisasikan prinsip good corporate governance (GCG) bagi lembaga keuangan syariah. Namun, penerapan GCG bagi lembaga keuangan syariah (LKS) berbeda dengan lembaga keuangan konvensional karena GCG LKS disesuaikan dengan prinsp syariah. ''Misalnya saya masih melihat ada gejala riswah (suap) yang dipraktikkan lembaga bisnis syariah yang dianggap sebagai marketing fee,'' katanya.
Karena itu, menurut Rizal, penerapan etika bisnis syariah penting didukung semua pihak baik pemerintah, regulator moneter, maupun pelaku bisnis syariah. Hal tersebut dilakukan dengan mendorong sosialisasi nilai-nilai etika bisnis syariah. Dengan demikian, kegiatan operasi bisnis lembaga keuangan dan perbankan syariah dapat dijalankan sesuai etika syariah.
Pendapat mengenai belum diterapkannya etika bisnis syariah juga sempat diungkapkan Direktur Bidang Syariah LPPI, Ari Mooduto akhir tahun lalu. Menurut dia, berdasarkan pengkajian lembaganya, masih banyak manajemen direksi bank umum syariah (BUS) dan unit usaha syariah (UUS) yang masih menerapkan budaya perbankan konvensional. Sehingga, hal tersebut berdampak pada citra perbankan syariah.
Sementara itu, Rizal menyebutkan, Mudharabah Institute pertama kali didirikan pada akhir 2003. Hingga kini, lembaga tersebut memfokuskan pada pelatihan dan pengembangan etika bisnis bagi lembaga keuangan syariah
Dalam pandangan Al Quran, tanggung jawab individual sangat penting dalam sebuah  transaksi bisnis. Setiap individu bertanggungjawab terhadap semua transaksi  yang dilakukannya. Tidak ada seorangpun yang memiliki previlage tertentu atau  imunitas untuk menghadapi konsekuensi terhadap apa yang dilakukannya. Dalam Al Quran, hal tersebut merupakan alat pencegah terhadap terjadinya tindakan yang tidak bertanggungjawab, karena setiap orang akan dimintai pertanggungjawabannya baik di dunia maupun di akhirat.
  
  Al Quran dan Hadist telah memberikan resep tertentu dalam tatakrama demi kebaikan seorang pelaku bisnis. Seorang pelaku bisnis diwajibkan berperilaku dengan etika bisnis sesuai dengan yang dianjurkan oleh Al Quran dan Sunnah yang terangkum dalam 3 (tiga) garis besar, yakni :
  1.      Murah Hati
  2.      Motivasi untuk Berbakti
  3.      Ingat Allah dan Prioritas Utama-Nya
  
  Banyak ayat-ayat Al Quran dan Hadist Nabi yang memerintahkan kaum Muslimin  untuk bermurah hati. Orang yang beriman diperintahkan untuk bermurah hati,  sopan dan bersahabat saat melakukan dealing dengan sesama manusia. Al Quran  secara ekspresif memerintahkan agar kaum Muslimin bersifat lembut dan sopan manakala berbicara dengan orang lain sebagaimana yang tercantum dalam Surah Al Baqarah ayat 83 dan Surah Al Israa’ ayat 53.
 
 Tindakan murah hati, selain bersikap sopan dan santun, adalah memberikan maaf  dan berlapang dada atas kesalahan yang dilakukan orang lain, serta membalas  perlakuan buruk dengan perilaku yang baik, sehingga dengan tindakan yang demikian musuh pun akan bisa menjadi teman yang akrab. Selain itu hendaknya seorang Muslim dapat memberikan bantuan kepada orang lain yang membutuhkan kapan saja ia dibutuhkan tanpa berpikir tentang kompensasi yang akan didapat.
  
 Manifestasi lain dari sikap murah hati adalah menjadikan segala sesuatu itu  gampang dan lebih mudah serta tidak menjadikan orang lain berada dalam kesulitan. Islam menginginkan para pemeluknya untuk selalu membantu, dan mementingkan orang lain lebih dari dirinya sendiri ketika orang lain itu sangatmembutuhkannya dan berlaku moderat dalam memberikan bantuan.
  
  Melalui keterlibatannya di dalam aktivitas bisnis, seorang Muslim hendaknya berniat untuk memberikan pengabdian yang diharapkan oleh masyarakat dan manusia secara keseluruhan. Cara-cara eksploitasi kepentingan umum, atau berlaku menciptakan sesuatu kebutuhan yang sangat artificial, sangat tidak sesuai dengan ajaran Al Quran. Agar seorang Muslim mampu menjadikan semangat berbakti mengalahkan kepentingan diri sendiri, maka ia harus selalu mengingat petunjuk-petunjuk berikut:
  a.   Mempertimbangkan kebutuhan dan kepentingan orang lain;
  b.  Memberikan bantuan yang bebas bea dan menginfakkannya kepada orang yang membutuhkannya;
  c.   Memberikan dukungan dan kerjasama untuk hal-hal yang baik.
  
 Seorang Muslim diperintahkan untuk selalu mengingat Allah, meskipun dalam keadaan sedang sibuk oleh aktivitas mereka. Umat Islam hendaknya sadar dan responsive terhadap prioritas-prioritas yang telah ditentukan oleh Sang Maha Pencipta. Prioritas-prioritas yang harus didahulukan adalah:
a. Mendahulukan mencari pahala yang besar dan abadi di akhirat ketimbang keuntungan kecil dan terbatas yang ada di dunia;
b. Mendahulukan sesuatu yang secara moral bersih daripada sesuatu yang secara moral kotor, meskipun akan mendatangkan keuntungan yang lebih besar;
 c. Mendahulukan pekerjaan yang halal daripada yang haram;
d. Mendahulukan bisnis yang bermanfaat bagi alam dan lingkungan sekitarnya daripada bisnis yang merusak tatanan yang telah baik.
 Dari bahasan singkat di atas dapat disimpulkan, bahwa perilaku bisnis yang baik dan benar  telah di atur dengan seksama di dalam Al Quran  sebagai pedoman  hidup yang komprehensif dan universal bagi seluruh umat Islam. Dengan demikian marilah kita mulai menerapkan etika-etika bisnis menurut ajaran yang dibawa oleh Rasulullah Shallullahu Alaihi wa Sallam sejak empat belas abad yang lalu tanpa perlu bimbang dan ragu lagi.

Sofskill Etika Bisnis " PERANAN ETIKA BISNIS DAN MEMBANGUN “BUILT TO BLESS” DALAM IMPLEMENTASI GOOD CORPORATE GOVERNENCE"


PERANAN ETIKA BISNIS DAN MEMBANGUN “BUILT TO BLESS” DALAM IMPLEMENTASI GOOD CORPORATE GOVERNENCE
PENJELASAN TENTANG ETIKA BISNIS
Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat. Kesemuanya ini mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil , sesuai dengan hukum yang berlaku tidak tergantung pada kedudukan individu ataupun perusahaan di masyarakat.
Etika bisnis dibagi dalam:
(1). Descriptive ethics :is concerned with describing, characterizing and studying the morally of a people, a culture, or a society. It also compares and contracts different moral codes, systems, practices, beliefs, and value ( A. Buchhholtz and B.Rosenthal, 1998)
(2). Normative ethics: concerned with supplying and justifying a coherent moral sistem of thinking and judging. Normative ethics seeks to uncover, develop, and justify basic moral principles that are intended to guide behavior, actions, and decisions. (R.DeGeorge, 2002)
Menurut Caroll dan Buchholtz “ ethics is the discipline that deals with what is good and bad and with moral duty and obligation. Ethics can also be regarded as a set of moral principles or values. Morality is a doctrine or system of moral conduct . Moral conduct refer to that which relates to principles of right and wrong behavior that takes place within a business context .
Business ethics, therefore is concerned with good and bad or right and wrong behavior that takes place within a business context. Concepts of right and wrong are increasingly being interpreted today to include the more difficult and subtle questions of fairness, justice, and equity. Ethics is a philosophical term derived from the Greek word “ethos” meaning character or custom. This definition is germane to effective leadership in organization in that it connotes an organization code conveying moral integrity and consistent values in service to the public.( R. Sims , 2003).


PENJELASAN TENTANG MEMBANGUN ’’ BUILT TO BLESS” COMPANY
Ingin diberkati adalah keinginan yang wajar, ingin menjadi berkat bagi orang lain adalah keingginan yang mulia. Menurut Peter Straub, kadang-kadang…. Apa yang harus engkau kerjakan adalah kembali ke awal dan melihat segalanya dalam sebuah cara pandang yang baru. Jim Collin (2001), implementasi konsep membuat perusahaan menjadi perusahaan yang Good to Great. Dimana kriteria perusahaan agar bisa dipilih sebagai perusahaan yang Good to Great adalah seperti berikut :
(1). Perusahaan menunjukkan pola kinerja baik yang ditemukan titik transisi menuju ke kinerja hebat. Kinerja hebat di definisikan sebagai kumunikasi total hasil saham paling sedikit 3 kali dari pencapaian pasar secara umum, mulai dari titik transisi (T) dalam 15 tahun kemudian (T+15). Sedangkan kinerja baik hanya menghasilkan 1.25 kali dari pencapaian pasar secara umum selama 15 tahun sebelum titik transisi (T-15). Rasio antara kumulatif hasil saham pada T+15 dan T-15 harus lebih dari 3.
(2). Pola kerja kinerja Good to Great harus merupakan upaya pergeseran perusahaan (company shift) itu sendiri bukan karena kecenderungan industri (industry event). Dengan kata lain, perusahaan harus menunjukkan pola tidak hanya relatif terhadap pasar, tetapi juga terhadap industrinya.
(3). Perusahaan adalah perushaan yang sudah cukup lama beroperasi setidaknya 25 tahun sebelum titik transisi, dan merupakan perusahaan terbuka setidaknya dalam 10 tahun.
(4). Titik transisi sudah terjadi pada tahun 1985, dan tahun 2000 adalah tahun analisis.
(5) Perusahaan sudah masuk dalam daftar peringkat FORTUNE 500 pada tahun 1995 yang diterbitkan tahun 1996.
(6) Perusahaan masih menunjukkan kecenderungan naik dengan kemiringan hasil saham kumulatif relatif terhadap pasar pada titik awal transisi harus sama atau lebih baik dari 3/15 yang dipersyaratkan untuk memenuhi kriteria 1 pada fase T+15. Ini berlaku untuk T+15 yang jatuh sebelum tahun 1996.

Dari keenam kriteria tersebut tadi masih dilakukan seleksi dalam 4 tahap yaitu:
-          Tahap pertama menghasilkan 1.435 perusahaan dari seluruh FORTUNE 500 (1965-1995)
-          Tahap kedua tersaring 126 perusahaan.
-          Tahap ketiga menjaring 19 perusahaaan yang tersisa, dan
-            Tahap keempat menghasilkan 11 perusahaan yang berkriteria Good to Great
Ketua Komite Nasional Kebijakan Governence, Mas Achmad Daniri, bahwa rating penerapan Good Governance yang dikeluarkan lembaga-lembaga rating international, Indonesia sudah mengalami kemajuan, namun kemajuannya tidak sepesat negara-negara berkembang lainnya. Ada 2 hal yang menyebabkan hasil rating tersebut masih jauh dari harapan kita. Pertama, adalah faktor internal perusahaan, yang baru mencapai tingkat ketaatan terhadap peraturan perundangan yang menegakkannya juga dilakukan dengan baik. Perusahaan belum memandang perlu bahwa penerapan good governance merupakan kebutuhan bagi mereka yang didasarkan pada dorongan etika. Kedua, adalah faktor eksternal perusahaan, yang menyiratkan bahwa penerapan good corporate governance bukan hanya tanggung jawab perusahaan saja, tetapi juga tanggung jawab bersama tiga pilar kemitraan yakni (1) Penyelenggara Negara, (2) Dunia Usaha, dan (3) Masyarakat. Perusahaan yang beroperasi dalam lingkungan yang baik, akan terdorong untuk memberiakan performance yang baik melalui penerapan good corporate governance.
Menurut Paulus Bambang (2007), memaparkan dengan baik tentang perusahaan yang beritika (Ethical Company) dan perusahaan yang berlandaskan spritual (Sprititual Company). Tujuannya adalah mentransformasikan perusahaan dari Bad Corporate Governance menjadi perusahaan yang menerapkan Good Corporate Governance, sehingga dalam proses transformasinya otomatis menjadikan perusahaan sebagai Good Governance Company dan akhirnya berkulminasi dalam suatu kondisi Good Corparate Citizen.
Perusahaan yang berlandaskan spiritual tidak hanya menyentuh aspek organisasi dan institusi saja, juga mencakup karakter pribadi pencetus, pendiri, pemilik, dan pemimpinnya. Fondasinya bukanlah hanya Values, Ethics dan Principle (VEP) dalam bentuk budaya dan sistem organisasi, namun juga Belief (keyakinan), Morality (moralitas) dan Faith (iman) atau disingkat dengan BMF, dari pribadi selaku ”the man behind the gun”. Bila pimpinan puncak tidak memiliki unsur BMF, maka perusahaan itu tidak mungkin menjadi perusahaan yang berlandaskan spriritual (spiritual company)

PERANAN ETIKA BISNIS DALAM PENERAPAN GCG
(1). Nilai Etika Perusahaan ( Company Ethics Value)
Kepatuhan pada kode etik ini merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan dan memajukan reputasi perusahaan sebagai karyawan dan para pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab, dimana pada akhirnya akan memaksimalkan nilai pemegang saham. Beberapa nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, yaitu kejujuran, tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerja sama. Sebagai contoh yang sering kita ketahui yaitu kode etik yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan dan pimpinan perusahaan, antara lain masalah informasi rahasia dan bentuan kepentingan.
(2). Code of Corporate and Business Conduct
Kode etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (code of corporate and business conduct) merupakan implementasi salah satu prinsip Good Corporate Governance (GCG). Kode etik tersebut menuntut karyawan & pimpinan perusahaan untuk melakukan prakter-praktek etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang dialakukan atas nama peusahaan. Dengan tujuan agar prinsip etik bisnis menjadi budaya perusahaan (corporate culture), maka seluruh karyawan dan para pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi “mana yang boleh” dan mana yang tidak boleh dilakukan dalam aktivitas bisnis perusahaan. Pelanggaran atas kode etik merupakan hal yang serius, bahkan dapat termasuk kategori pelanggaran hukum. Contoh : Di Indonesia dengan Topik : The Challenges of Legal Profession in The Corrupt Society (Gayus Lumbuun, 2008), yang memaparkan (1) penegakan hukum pembrantas korupsi, (2) substansi/norma hukum kebijakan pemberantas KKN, (3) kelembagaan/ struktur hukum pemberantas KKN, (4) budaya hukum (legal culture) dalam kebijakan pemberantas KKN. Dari keempat unsur hukum tersebut, maka unsur ketiga dari sistem hukum yang sangat berpengaruh dalam implementasi UU tentang tindak pidana korupsi adalah masalah budaya hukum yang terkait dengan pemberantas KKN. Budaya hukum disini dapat dikelompokkan kedalam 2 hal yaitu: budaya yang menyimpang dan buadya sebagai karekter entitas. Budaya hukum yang menyimpang inilah yang sebenarnya masih dapat diperbaiki. Bebarapa bagian penting yang terkait dengan budaya hukum ini adalah mengenai sebab-sebab dan pelaku korupsi, serta dukungan masyarakat dalam pemberantas KKN, dan strategi umum yang dapat dilakukan dalam pemberantas KKN.

MEMBANGUN “ BUILT TO BLESS”DALAM PENERAPAN GCG
(1). Moralitas Kerja dalam Bentuk Etika Bisnis dan Etika Kerja
Moralitas ini merupakan landasan berbisnis dengan etika yang baik. Etika bisnis dan etika kerja adalah dua hal utama yang terus dipertahankan sebagai cara kerja dalam mencapai tujuannya. Keduanya merupakan standar yang diyakini tentang baik buruk dalam pengelolaan usaha (a defined standard of right or wrong what some one often said). Bukan hanya memiliki dokumen yang tertulis di kertas tapi terpatri dalam hati. Seluruh jajaran mengahayati dan mengamalkan karena karena percaya bukan paksaan atau bagian dari deskripsi pekerjaan dan proses.
Moralitas yang setidaknya mencakup pedoman etika bisnis dan etika kerja ini secara tertulis dijabarkan dan dikomunikasikan secara terus menerus. Pimpinan perusahaan menjadi pemegang kunci pelaksanaan yang senantiasa dilihat oleh seluruh pekerja. Dalam keadaan krisis tidak terbatas pada target penjualan dan keuntungan yang tidak tercapao, tetapi bahkan sampai keberadaan bisnis sekalipun, pimpinan dan organisasi yang memiliki kinerja emosional dan etikal yang tinggi akan terus berupaya mempertahankannya tanpa kompromi.
Etika bisnis mencakup bagaimana menata hubungan yang etis perusahaan dan seluruh pemangku kepentingan seperti hubungan perusahaan dan seluruh pemasok, pelanggan, karyawan, masyarakat sekitar, lingkungan, dan pemerintah. Sedangkan etika kerja mengatur hubungan antara pekerja dan sesama pekerja, pekerja dengan atasan, pekerja dengan pimpinan perusahaan, perusahaan dengan pemangku kepentingan lainnya. Nilai pekerja harus dihayati dan dipratikkan dan pekerjaan sehari-hari. Bukan hanya sekadar menyelesaikan pekerjaan juga cara melakukan pekerjaan (how to do not only what to do).

Bebarapa perusahaan yang mendapat penghargaan sebagai perusahaan yang beretika bisnis tinggi dalam 16th Annual Business Ecthic Awards 2004 adalah sebagai berikut:
-          Gap Inc, mendapat Social reporting Award. Gap melporkan kinerja dan ketaatan 3.000 pabrik pemsok di 50 negara terhdap aturan yang telah ditetapkan.
-           Chroma Technology Corp. Meraih Living Economy Award, perusahaan yang menerapkan konsep kepemilikan karyawan, kebijakan upah yang pantas.
-           Dell Inc, memperoleh Environmental Progress Award, menawarkan jasa layanan gratis untuk mendaur ulang komputer yang eprnah dipakai perusahaan pada setiap pembelian komputer baru.
-           Cliff Car Inc, menyabet General Excellence Award atas komitmennya dan konsisten terhadap pelestarian lingkungan.
-          King Arthur Flour, mencapai Social Legacy Award, kerena menyerahkan kepemilikan saham perusahaan 100 persen.

(2). Kinerja Spiritual melahirkan perusahaan yang Built to Bless
Dalam hasil pengamatan saya selanjutnya, kedua kinerja tersebut belumkah seluruhnya mencerminkan kesuksesan menyeluruh dalam perusahaan. Ada factor ketiga yang patut menjadi bahan renungan setiap pimpinan dan pemegang saham yakni Kinerja Spiritual. Ini selaras dengan kecerdasan manusia yang memiliki tiga cakupan yakni Intelektual, Emosional, dan Spriritual.
Kecerdasan Spiritual yang dimiliki pimpinan dan manusia ada dalam perusahaan akan menjadi peusahaan untuk memiliki Kinerja Spiritual. Bila hal ini terjadi, maka akan ada padanan yang serasi antara manusia sebagai subjek dan organisasi sebagai ranah subjek.
Salah satu aspek yang sangat penting dalam membawa perusahaan menjadi perusahaan BERKAT (A Built to Bless-Blessing Company) adalah memperdalam dan memperindah (depth and beauty) landasan berbisnis yang berada di atas etika dan moral standar yakni unsur spiritualitas yang bersumber pada tata nilai keimanan yang disebut keyakinan (belief).

Etika dan moral hanya berlandasan pengertian baik-buruk dan benar-salah dengan penerapan Good Corporate Governance (GCG). Perusahaan yang Built to Bless, sudah menyentuh aspek yang saya sebut sebagai sisi spiritual yang bersumber kepada Tuhan (God) yang akhirnya menelurkan prinsip baru yang banyak dikenal sebagai God Corporate Governance (GODCG).
Oleh karena itu, landasan dari moral, etika, falsafah perusahaan yang akan langgeng karena memiliki sifat transendensi harus berakar pada landasan spiritual sebagai sumber segala kebijakan. Saya yakin, semua Kitab Suci dari semua agama mengajarkan landasan spiritual yang jauh lebih dalam dari landasan mental dan moral. Untuk pedoman berperilaku khususnya dalam dunia bisnis, tidak ada dogmatika yang sangat berbeda.